Sabtu, 20 Desember 2008

Buku Ajar Bagi Guru

1. Pendahuluan
Sesuai dengan istilahnya, Buku Ajar adalah buku yang digunakan oleh guru sebagai sumber acuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran bagi siswanya. Oleh karena itu, seyogyanya guru diharapkan mampu menyusun bahan-bahan ajar yang sudah dilakukannya bertahun-tahun menjadi sebuah buku ajar atau modul minimal untuk keperluan bagi guru itu sendiri dan siswa yang diajar di sekolahnya.
Kenapa mesti guru yang menyusun buku ajar? Salah satu Indikator Komponen Kompetensi Pengembangan Profesi, seorang guru dituntut: (1) Menulis buku pelajaran/modul/diktat, dan (2) Menulis diktat pelajaran. Di samping itu, Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan, salah satu kompetensiya adalah Menyusun Rencana Pembelajaran. Untuk keperluan penyusunan rencana pembelajaran, seorang guru sudah pasti minimal memiliki alat-alat sebagai senjata utama, antara lain: Silabus/Kurikulum, Program Semester, Satuan Pelajaran (SP), Rencana Pelajaran (RP), sekarang tampaknya gabungan keduanya menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Jurnal. Apakah benar RPP gabungan antara SP dan RP? Berdasarkan pengamatan saya selama memeriksa berkas sertifikasi guru, RPP yang dibuat oleh guru mirip dengan RP masa lalu. Namun, pedoman evaluasi RPP pada sertifikasi guru menghendaki rincian materi sesuai dengan rincian materi yang dituangkan di dalam SP. Atas dasar itu RPP semestinya merupakan kombinasi antara SP dan RP.
Sebelum guru masuk ke ruang kelas atau laboratorium, guru sudah pasti membuat persiapan yang dituangkan ke dalam sebuah RPP. RPP biasanya disusun untuk lingkup materi satu pokok bahasan, dan merupakan persiapan untuk satu atau beberapa kali pertemuan tatap muka di kelas/laboratorium.
Di dalam RPP biasanya memuat: Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Tujuan, dan Indikator, Materi, Metode, Sumber/Media, dan Evaluasi. Pada era pertengahan tahun 1980-an, antara SP dan Rencana Pelajaran (RP) dibedakan dengan tegas. Pada SP uraian materi dibuat rinci dan mendalam. Sedangkan pada RP, bagian metode dibuat dengan rinci yang mampu menggambarkan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru di kelas/lab.
Materi yang disusun pada sebuah SP biasanya cukup terinci. Secara konsepsual, materi yang disusun mengacu pada sumber-sumber relevan dan kebenarannya tidak diragukan, misalnya buku teks dari penerbit yang terakreditasi. Namun, dalam penguraian materi yang melibatkan contoh-contoh kasus biasanya menggunakan kasus yang ada di lingkungan. Dengan memaparkan contoh kasus di lingkungan siswa itu sendiri, logika berpikir siswa akan lebih mudah dibangkitkan dibandingkan memberi contoh kasus yang asing bagi mereka. Misalnya, sebagai sorang guru fisika di Seririt, hendak mengajarkan tentang kinematika, sangat kurang tepat menggunakan contoh-contoh pesawat terbang mendarat, atau kereta api sedang meluncur di rel. Dalam pikiran siswa, belum terpikirkan hal itu, walaupun mungkin mereka sering menonton televisi. Siswa akan lebih mudah memikirkan atau berlogika jika contoh yang digunakan adalah sepeda motor atau mobil, karena alat tranportasi yang paling banyak ada di Seririt adalah Sepeda Motor dan Mobil.
Jika paparan materi yang ditulis pada RPP mengacu pada buku-buku paket, maka paparan meterinya mengarah pada pemahaman konsep berorientasi kontektual. Jadi, guru mengawali pemaparan materi melalui pemberian contoh kasus di lingkungan siswa yang berhubungan dengan konsep yang akan dibahas.
Di samping rincian materi di dalam RPP sudah cukup lengkap, juga urutan penyajianmya dibuat secara logis, sehingga guru tidak akan kesulitan dalam merencanan strategis pelaksanaan pembelajaran yang akan dipaparkan pada bagian Metode di dalam RPP.
Hasil pengamatan, RPP yang dibuat oleh para guru yang mengikuti sertifikasi lebih menekankan pada perencanaan strategi yang akan diterapkan dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas maupun di lab oleh guru mata pelajaran tertentu. Strategi ini, secara rinci dan logis dipaparkan pada bagian metode, yang meliputi: Kegiatan Pembukaan, Kegiatan Inti, dan Kegiatan Penutup. Semestinya, RPP yang dibuat oleh guru, kajian materi dibuat mendalam dan rancangan strategi pembelajaran disusun secara rinci.
Oleh karena RPP merupakan persiapan guru untuk pokok bahasan tertentu, sudah tentu dalam satu semester materi pelajaran terdiri beberapa pokok bahasan. Sehingga dalam satu semester akan dibuat beberapa buah RPP oleh guru. Dengan jalan mengedit dan menyusun kembali, serta memberikan ilustrasi agar menghasilkan perwajahan yang menarik maka akan dihasilkan sebuah buku ajar atau modul bagi siswa.
Adapun manfaat dari Buku ajar / Modul adalah sebagai berikut:
(1) Dapat mempercepat pemberian materi pelajaran, siswa tidak usah mencatat, cukup memperhatikan hal-hal penting yang diajarkan oleh guru.
(2) Siswa dapat membaca materi yang akan diajarkan lebih awal, dan menambahkan catatan ringkas yang dianggap perlu.
(3) Siswa diberi kesempatan lebih banyak mengemukakan pendapat tentang suatu kasus yang merupakan aplikasi dari teori yang diajarkan.
(4) Dalam buku ajar, dapat juga di sisipkan latihan-latihan yang harus dikerjakan siswa, yang berorientasi masalah kontektual. Jawabannya dapat dikumpulkan untuk tugas harian guna menambah nilai selain tes formatif dan sumatif.
(5) Guru tidak akan kekurangan waktu mengajar, walaupun mungkin waktu mengajarnya sering bertepatan hari libur nasional atau fakultatif.
(6) Soal standar dapat dibuat yang diambil dari buku ajar, sehingga penilaiannya lebih fair sesuai kemampuan siswa.
(7) Selain hal tersebut di atas, siswa mempunyai buku pegangan. Dengan buku ajar, teori yang disampaikan guru yang belum dapat dipahami oleh siswa, siswa dapat mempelajari kembali dari buku ajar tersebut.
(8) Dengan adanya buku ajar, jika ada tugas yang harus dikerjakan di rumah, siswa sudah memiliki petunjuk cara mengerjakannya.

2. Isi dan Susunan Materi Buku Ajar/Modul
Menurut Prof Yohanes Surya, Ph D, buku pelajaran yang mencerdaskan ialah buku yang dapat membuat anak-anak belajar jadi asyik, mudah, dan menyenangkan. Sehingga belajar tidak lagi menjadi sangat sulit. Contoh saja fisika, ketika orang mengatakan fisika,yang terbayang di kepala mereka adalah rumus-rumus. Hal itu yang seharusnya diubah. Diperlukan cara penyusunan buku-buku fisika agar tidak melulu memuat rumus-rumus. Ia menitik pentingkan ulasan ilmu fisika bukan bergantung pada rumus, melainkan konsep. Karena itu, peran rumus dapat diganti dengan logika. Surya mencontohkan: “misal ada suatu benda dengan kecepatan lima meter per detik. Berapa jaraknya dalam lima detik?. Untuk menjawab ini, cukup dengan logika. Lima meter per detik berarti dalam satu detik benda tersebut bergerak sejauh lima meter. Kalau lima detik, tinggal dikali saja dengan lima. Tidak perlu rumus apapun.”
Di samping itu, akan lebih mudah bagi siswa memahami konsep, jika masalah yang digunakan dalam memahami konsep merupakan pengalaman siswa di lingkungannya. Misal, alat tranportasi yang ada di sekitar Seririt yang paling banyak adalah sepeda motor atau mobil. Jangan menggunakan contoh pesawat Boing 737 atau Kereta Api, yang tidak pernh melintas di depan SMA Negeri Seririt. Walaupun siswa pernah melihat melalui TV. Dengan demikian, siswa tidak perlu harus dibebankan memikirkan, bagaimana wajah pesawat Boing 737, berapa penumpangnya, bagaimana pesawat bisa terbang, bagaimana mengukur waktu pesawat bergerak, dll. Demikian juga, untuk Kereta Api. Jadi dengan mengambil contoh pengalaman siswa, logika berpikir siswa untuk memahami konsep menjadi lebih mudah.

3. Strategi Penulisan Buku Ajar/Modul
Strategi harus diperhatikan dalam menyusun Buku Ajar atau modul. Jika tidak, buku ajar/modul tersebut akan ditinggalkan oleh siswa. Berikut cara praktis dalam menulis buku ajar yang pada umumnya disukai siswa.
(1) Sederhanakan
Isi buku ajar sebaiknya disederhanakan konsepnya sehingga mudah dipahami siswa. Pada umumnya rumus-rumus lebih sulit dipahami daripada logika dari rumus itu. Penggunaan kata-kata hendaknya menggunakan kata-kata yang mudah dikenal dan sudah akrab bagi siswa. Kata tertentu lebih susah dipahami di bandingkan kata lain yang akrab bagi siswa. Gunakan bahasa yang sederhana dan lugas yang sesuai dengan bahasa lokal siswa. Kalimat hendaknya dibuat sederhana dengan susunan Subjek-Predikat-Objek (SPO) untuk kamimat aktif atau Objek-Predikat Subjek (OPS) untuk kalimat pasif. Hindari menggunakan anak kalimat, apalagi sampai kalimat bercucu.
(2) Gunakan Bahasa Baku
Penulis buku ajar haruslah menguasai tata bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga memberikan makna tunggal untuk pengungkapan konsep. Kata baku lebih mengacu kepada konsepnya. Penguasaan bahasa merupakan syarat pertama setelah penguasaan bidang ilmu yang akan ditulis sehingga mampu mengungkapkan pikiran dengan jelas, cermat dan mudah dipahami. Hindari menggunakan bahasa asing, jika terpaksa hendaknya dicetak miring.
(3) Mulailah dari Kontektual
Yang dimaksud kontektual adalah aspek yang ada dalam lingkungan siswa. Umpamanya, guru menulis tentang Cahaya (konsep fisika), materinya hendaknya mulai dari cahay, misalnya cahaya matahari, cahaya lampu, benda-benda yang mengeluarkan cahaya, dll, yang siswa mudah memahaminya. Demikian juga, jika guru akan menulis unsur tanah, materi buku ajar dimulai dari tanah yang pernah dilihat siswa. Jika kita dapat menulis buku dimulai buku dari yang dikenal siswa, konsep yang akan diberikan akan mudah dikenali dan dipahami siswa. Sajikan contoh yang mudah dipahami sesuai dengan tingkat pemahaman dan logika siswa. Misalnya, jangan mengatakan seorang pengendara sepeda motor melintas dengan kecepatan 80 meter/detik. Pengendara sepeda motor bagi semuan siswa pasti sudah mengerti, tetapi tidak masuk akal kecepatan sepeda motor 80 meter/detik. Akan lebih baik dikatakan pengendara sepeda motor melintas dengan kecepatan 80 km/jam (sekitar 22 meter/detik).
(4) Buatlah Peta Pikiran
Peta pikiran sering disebut peta konsep. Tujuan pembuatan peta pikiran adalah mempermudah menjaring cakupan materi buku ajar yang akan ditulis. Dengan menggunakan peta pikiran dapat membantu cakupan materi modul yang akan ditulis. Tulislah topik utama di tengah kemudian buatlah topik-topik terkait untuk melingkari topik utama. Peta pikiran sangat membantu penulis untuk membuat kerangka buku ajar. Dengan peta pikiran, dapat membantu dalam mengontrol kedalaman materi yang ingin ditulis di dalam modul.
(5) Persolek di Perwajahan
Perwajahan buku ajar/modul, termasuk pilihan huruf, tabel, ilustrasi, dan warna yang digunakan perlu disolek agar menarik bagi siswa. Perwajahan yang baik dan menarik akan memberikan motivasi siswa untuk membaca dan membaca terus. Pilihlah ilustrasi yang sudah dikenal oleh siswa di lingkungannya. Pada umumnya siswa membaca lebih jauh terhadap hal-hal yang sudah mereka kenal namun hanya baru sebatas informasi. Di sini dibutuhkan kecermatan penulis buku. Sebaliknya, buku yang jelek dalam perwajahan akan dijauhi siswa karena membosankan. Ilustrasi yang humoris pada umumnya menarik bagi siswa. Tokoh-tokoh yang sedang menjadi idola, seperti tokoh film kartun dapat diselipkan sebagai gambar ilustrasi.

Tidak ada komentar: